Sedang BER-apa Kota Anda?


(Anwar Jimpe Rachman)

Penghargaan keindahan dan tata kota bergengsi Adipura, menjadi dambaan berbagai kota di Indonesia. Salah satu langkah mengajak warga kota mempercantik kota demi memenangkan Adipura antara lain diwujudkan dengan menciptakan slogan kota. Beberapa tahun lalu, seolah saling berjanji, hampir semua kota di Sulawesi Selatan memiliki semboyan yang diawali dengan tiga huruf: BER. Ada kota BERIMAN, ada yang BERTAKWA, BERSAHAJA, dan ada pula yang BERHIBER. Imbuhan “Ber” di sini singkatan dari kata “bersih”, sementara sisanya yang lain tinggal dipadupadankan dengan akronim yang dipilih.

Pemerintah Kabupaten Soppeng memakai singkatan BERHIBER, kepanjangan dari Bersih-Hijau-Berbunga. Tentu harapannya agar kota yang dulu dijuluki Java van Sulawesi ini senantiasa terlihat resik dengan bunga yang menghias sudut kota. Tapi ada yang memelesetkan bahwa kalau kata itu merupakan kepanjangan dari Berbau-Hitam-Bergelantungan. Anekdot tiga kata itu sendiri merujuk pada kelelawar yang memang begitu banyak bersarang di pohon asam di pusat kotanya. Kehadiran kelelawar ini juga yang membuat Soppeng dijuluki Kota Kalong. Seorang sopir pete-pete asal Soppeng, menulis di kaca belakang kendaraannya: A Man from the Bat City, untuk menjelaskan ia berasal dari kota ini.

Kebetulan juga Kota Bandung pun sempat menjadikan BERHIBER sebagai slogan. Dan kata ini sekadar singkatan yang tidak mengandung makna apa-apa. Pemkab Soppeng waktu itu diangggap oleh sebagian kalangan kurang kreatif karena menciptakan akronim yang tidak memiliki makna, sehingga sulit diingat. Misalnya, BERIMAN, yang menjadi slogan Kota Bogor. Sekarang, BERHIBER diganti dengan semangat baru yakni BERASAS IMAN(Bersih, Aman, Serasi, Adil Sejahtera, serta Indah dan Nyaman) yang dilansir Pemkab Soppeng di situs www.soppeng.go.id.

Sama halnya dengan Soppeng, Kotamadya Parepare pun sempat mengusung slogan berawalan ”BER”. Awalnya, Parepare dikenal sebagai Kota BERSAHAJA (bersih, aman, sehat dan sejahtera). Sejumlah sudut-sudut kota dipenuhi kata ’Bersahaja’, baik dicat di papan iklan maupun pada tugu atau ornamen yang dibuat warga. Tapi tulisan-tulisan itu sudah pudar, nyaris tidak terbaca, karena berganti menjadi ”Parepare Bandar Madani”. Dua kata yang disebut itu terakhir itu bukanlah akronim. Ia hanya berupa konsep pembangunan kota pelabuhan (bandar) dengan penguatan masyarakat yang sadar akan hak-haknya (madani).

Namun, seorang tokoh masyarakat setempat pernah mengatakan, beruntung kata itu sudah diganti dengan konsep Bandar Madani. Kalau tidak, pembangunan di kota itu akan begitu-begitu saja. “Maju tapi ya begitu-begitu saja. Ya Anda tahulah kalau ‘Bersahaja’ itu bagaimana,” katanya dalam sebuah wawancara.

Bagaimana dengan Makassar sendiri? Di awal 1990-an, setiap warga yang masuk ke Makassar lewat jalur Tamalanrea, mereka akan disambut dengan papan iklan ”Ujungpandang Teduh Bersinar” yang ada di sekitar jembatan Sungai Tello, di pertigaan PLTU. Sebelum berganti nama kembal menjadi Makassar, slogan Teduh Bersinar memang diusung Ujungpandang untuk meraih Adipura. Teduh Bersinar adalah akronim dari "Tertib dan Hijau, bersih indah dan rapi. Tentu sebagai dua kata yang dirangkai, ”teduh” dan ”bersinar” adalah dua kata yang menimbulkan kesan kontras. Dan rasa-rasanya kata ”teduh” di sini tidak tepat menggambarkan kondisi Makassar yang sejak dulu dikenal panas berdebu dan berpohon jarang.

Menarik juga memerhatikan tetangga sebelah utara Makassar: Kabupaten Maros. Berdasarkan Renstra [Rencana Strategis] 2005-2010, Maros menggunakan kata BERKESAN ; singkatan dari Bersih-Elok-Rapi-Kompak-Estetika-Sejuk-Damai dan Nyaman). Dari delapan kata yang dideret itu, tujuh di antaranya adalah kata sifat. Hanya ’estetika’ yang merupakan kata benda. Sengajakah? Wallahualam. Dari semua kepanjangan semboyan pembangunan daerah itu, mungkin hanya Maros yang menggunakan kata benda. Bisa jadi maksud pencetusnya adalah ’estetis’ atau berseni.

Ada pula kabupaten yang menggunakan kata benda yang menjadi aset di wilayah mereka menjadi simbol, seperti halnya Kabupaten Sidenreng Rappang mengonsepnya menjadi Kota Beras (Bersih-Elok-Rapi-Aman-Sejahtera). Kata ”beras” ini kemudian diutak-atik sedemikian rupa hingga menjadi slogan. Tapi yang pasti, beras pulalah yang menjadikan daerah ini dikenal sebagai salah satu daerah lumbung padi Sulsel. Data tahun 2001 menunjukkan, produksi padi persawahan Sidrap lebih dari 400.000 ton dari 46.000 hektare dan menjadi pemasok lebih dari separuh kebutuhan beras di Sulsel.

Nah, kembali ke Kota Makassar, kini ibukota provinsi Sulsel ini memiliki tag-line baru, yakni Makassar Great Expectation. Ini tentu bukan lagi akronim seperti jaman Orde Baru dulu. Goodbye Teduh Bersinar! Makassar telah mengucapkan selamat tinggal pada slogan lama. Menurut berita di media lokal saat peresmian penggunaan motto baru tersebut tahun ini, Makassar ingin go-international dengan slogan yang bisa dimengerti seluruh warga dunia. Semua paham kan arti slogan ini? Seorang teman dengan jenaka menerjemahkannya: “Tinggi dudui harapanmu.....”(p!)

(Sumber foto: http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/11/14/journey-to-celebes-part-8-sidrap-negeri-dua-kota/)

NB: Tulisan ini juga pernah disiarkan di www.panyingkul.com, edisi 10-10-2006.

0 comments:

Post a Comment